Di Indonesia, istilah sertifikasi kompetensi semakin populer, terutama setelah banyak perusahaan mewajibkan tenaga kerjanya memiliki sertifikat BNSP. Namun, seringkali muncul pertanyaan: apa perbedaan antara LSP, BNSP, dan Asesor Kompetensi?
Ketiganya memang saling berhubungan, tetapi memiliki fungsi yang berbeda dalam sistem sertifikasi kompetensi kerja di Indonesia. Untuk memahami dengan jelas, artikel ini akan membahas secara rinci perbedaan LSP, BNSP, dan Asesor Kompetensi, serta bagaimana peran mereka mendukung terciptanya tenaga kerja yang kompeten, profesional, dan diakui secara nasional maupun internasional.

Apa Itu BNSP?
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) adalah lembaga independen yang dibentuk pemerintah berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
BNSP memiliki wewenang untuk:
-
Menyusun kebijakan sertifikasi kompetensi kerja.
-
Memberikan lisensi kepada LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi).
-
Menetapkan standar asesmen dan sertifikasi kompetensi.
-
Mengawasi pelaksanaan sertifikasi kompetensi agar sesuai aturan.
Dengan kata lain, BNSP adalah regulator sekaligus pemberi lisensi resmi, sehingga hanya lembaga atau individu yang mendapat lisensi dari BNSP yang dapat melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja.
Apa Itu LSP?
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) adalah lembaga pelaksana sertifikasi yang sudah mendapat lisensi resmi dari BNSP. LSP bertugas untuk melakukan asesmen kompetensi kepada individu sesuai dengan skema kompetensi yang berlaku.
Jenis-jenis LSP berdasarkan cakupannya:
-
LSP P1 – dibentuk oleh perusahaan untuk sertifikasi internal karyawannya.
-
LSP P2 – dibentuk oleh lembaga pendidikan/vokasi seperti SMK, politeknik, atau universitas.
-
LSP P3 – bersifat independen dan dapat memberikan sertifikasi kepada masyarakat luas lintas sektor.
Fungsi utama LSP adalah:
-
Melaksanakan uji kompetensi.
-
Mengeluarkan sertifikat kompetensi BNSP melalui proses asesmen.
-
Menjadi penghubung antara BNSP, asesor, dan peserta sertifikasi.
Apa Itu Asesor Kompetensi?
Asesor Kompetensi adalah tenaga ahli yang berlisensi untuk melakukan asesmen terhadap peserta uji kompetensi. Seorang asesor wajib memiliki sertifikat Asesor Kompetensi yang diterbitkan oleh BNSP.
Tugas utama seorang asesor adalah:
-
Melakukan asesmen berdasarkan standar kompetensi kerja.
-
Menilai apakah peserta layak atau belum kompeten.
-
Menyusun laporan hasil asesmen untuk LSP.
-
Menjadi penguji yang objektif, transparan, dan profesional.
Asesor tidak boleh sembarangan memberi nilai; semua keputusan harus berdasarkan bukti kompetensi (evidence based assessment).
Perbedaan LSP, BNSP, dan Asesor Kompetensi
Aspek | BNSP | LSP | Asesor Kompetensi |
---|---|---|---|
Definisi | Lembaga nasional independen yang berwenang mengatur sertifikasi kompetensi kerja di Indonesia. | Lembaga yang mendapat lisensi dari BNSP untuk melaksanakan asesmen. | Individu yang berlisensi BNSP untuk menguji kompetensi peserta. |
Fungsi Utama | Regulator, pemberi lisensi, pengawas standar sertifikasi. | Pelaksana asesmen dan penerbit sertifikat melalui skema uji. | Penguji/asesor yang menilai kompetensi peserta secara langsung. |
Peran dalam Sertifikasi | Menetapkan aturan dan standar nasional sertifikasi. | Menyediakan fasilitas, skema, dan tempat asesmen. | Melaksanakan uji kompetensi, memberikan penilaian, dan rekomendasi hasil asesmen. |
Cakupan Kewenangan | Nasional dan lintas sektor. | Tergantung jenis LSP (P1, P2, P3). | Per individu sesuai bidang keahliannya. |
Hasil Kerja | Kebijakan dan lisensi. | Sertifikat BNSP untuk peserta. | Laporan asesmen kompetensi peserta. |
Hubungan antara BNSP, LSP, dan Asesor Kompetensi
Ketiga elemen ini saling terhubung dalam satu sistem:
-
BNSP membuat kebijakan, standar, dan melisensikan LSP serta asesor.
-
LSP melaksanakan asesmen sesuai lisensi yang diberikan oleh BNSP.
-
Asesor Kompetensi menjalankan uji kompetensi terhadap peserta di bawah naungan LSP.
Dengan sistem ini, kualitas tenaga kerja di Indonesia dapat terukur, terstandar, dan diakui secara sah.
Mengapa Penting Memahami Perbedaannya?
Banyak orang masih salah kaprah, menganggap BNSP adalah lembaga yang langsung menyelenggarakan uji kompetensi. Padahal, BNSP hanya sebagai regulator.
Memahami perbedaan ini penting karena:
-
Membantu peserta sertifikasi memahami alur proses sertifikasi.
-
Memberikan kejelasan peran masing-masing pihak.
-
Menghindari kesalahpahaman tentang legalitas sertifikasi.
Contoh Kasus Nyata
-
Seorang mahasiswa IT ingin mendapat sertifikasi jaringan komputer. Ia tidak bisa langsung ke BNSP, melainkan harus mengikuti uji kompetensi di LSP bidang IT. Uji kompetensi tersebut dilakukan oleh asesor kompetensi berlisensi, dan hasil akhirnya berupa sertifikat resmi yang dikeluarkan atas nama BNSP.
-
Sebuah perusahaan konstruksi ingin melibatkan tenaga kerjanya dalam proyek pemerintah. Mereka harus memastikan semua karyawannya memiliki sertifikat BNSP melalui LSP konstruksi, dengan asesmen yang dilakukan oleh asesor bidang konstruksi.
Perbedaan antara BNSP, LSP, dan Asesor Kompetensi terletak pada fungsi dan peran masing-masing:
-
BNSP: regulator dan pemberi lisensi.
-
LSP: lembaga pelaksana uji kompetensi.
-
Asesor: penguji kompetensi yang berhadapan langsung dengan peserta.
Ketiganya membentuk satu ekosistem sertifikasi kompetensi di Indonesia yang memastikan tenaga kerja tidak hanya memiliki ijazah, tetapi juga kompetensi nyata yang diakui secara legal.